Ragil Saputri: Puisi
PUISI PATAH HATI

PUISI PATAH HATI



Hari ini aku masih mengukir rasa
Rasa tentang sebuah pesakitan
Pesakitan akan rindu dan tentang patah hati
Purnama masih terus melaju dalam alur sang waktu
Tapi hati tetap akan menjadi satu yang terbatahkan.

Hilir mudik, semua berubah, semua berganti
Di ujung hati ini, masih tetap setia dengan satu rindu
Satu rindu yang terus menjelma menjadi duri dalam hati
Duri yang akan melukai setiap kali satu nama terucap.

Salahkan siapa saat hati merasa sakit yang terperih?
Kamu yang masih diam dengan segala kebahagiaanmu,
Atau aku yang masih terkenang akan cerita kisah yang lalu
Atau hati yang tidak mau berubah, yang terus masih bertahan
Untuk satu hati dalam sekian purnama.

Bukan pengemis rindu atau peminta hati
Tapi luka terperih ini memang benar-benar sakit.
Kamu tahu rasanya?
Aku rasa kamu tidak tahu. Atau kamu tidak peduli.

Tapi aku penuh kebodohan yang ternyata aku menyadarinya
Sudah tahu terluka
Sudah tahu sakit hati
Sudah tahu menahan rindu itu tidak menyenangkan
Tapi mengapa satu hal tentang kamu
Selalu bisa menjadi ribuan kata
Yang tidak bisa kuanggap biasa saja.

Kata tentangmu tidak akan pernah menjadi biasa
Karena kamu masih menjadi yang utama
Tapi...entah nanti...














Catatan : tulisan ini dibuat untuk mengikuti blog challenge #BlogChallengeSeptember untuk hari ke-empat yaitu temanya : “Kecewa / Patah hati”.






BELAJAR MELUPAKAN ATAU BELAJAR MENGIKHLASKAN

BELAJAR MELUPAKAN ATAU BELAJAR MENGIKHLASKAN


Belajar bukan hanya tentang sekolah dan sekolah. Belajar bukan hanya untuk menambah kepandaian atau kepintaran saja.

Belajar memang mempunyai makna yang luas bahkan sangat luas sekali.

Lalu bagaimana dengan belajar melupakan?

Jika berbicara tentang melupakan, memang tidak pernah bisa lepas dari yang namanya perasaan atau hati.
melupakan kekasih yang pergi tanpa kabar mungkin tidak ada artinya jika dibandingkan melupakan calon pasangan yang pergi untuk selama-lamanya, atau tidak ada artinya untuk sepasang suami istri yang harus terpaksa berpisah untuk selamanya.

Jadi sebenarnya cerita ini menuju ke arah mana? Penulisnya saja juga tidak tahu ke mana tulisan ini akan bermuara.

Lalu belajar melupakan itu seperti apa?
Lalu belajar mengikhlaskan itu juga seperti apa?

Melupakan butuh proses panjang dan mungkin tidak akan pernah bisa dilakukan. Tidak percaya coba saja tanyakan kepada seseorang yang kehilangan keluarganya? Atau tanyakan kepada seseorang tentang cinta pertamanya?

Yang membekas tidak akan mudah untuk dilupakan, mengikhlaskan bukan berarti melupakan, melupakan belum tentu mengikhlaskan.
Lalu ?

Belajar mengikhlaskan? Siapa di dunia ini yang ikhlas dan rela kekasihnya pergi dan menikah dengan orang lain, siapa di dunia ini yang ikhlas harus kehilangan sanak saudaranya untuk selamanya.

Tidak ada bukan?

Menurut aku jawabanya bukan melupakan atau mengikhlaskan tapi berdamai, berdamai dengan apa? Berdamai dengan diri sendiri dan berdamai dengan keadaan.

Sepertinya, ngomong itu mudah ya? Bukan sepertinya karena memang kenyataanya seperti itu, ngomong memang mudah daripada melakuka.

Tapi aku percaya semua itu butuh waktu dan butuh proses, perdamai dengan keadaan ataupun berdamai dengan diri sendiri itu juga butuh waktu untuk belajar.

Pernah dengar lagu zaman dahulu yang liriknya “Dunia belum berakhir  walau kau putuskan aku.” Lagu yang dulu sempat booming yang dinyanyikan oleh grup Shaden.

Dunia akan terus berputar, tidak peduli berapa ribu kesedihan dan kebahagian yang kau alami, dia akan terus berputar hingga ALLAH mengatakan untuk berhenti.

Semua pilihan ada di tangan kita, berkubang dengan kesedihan atau bangkit untuk menjadi lebih bahagia.

Yuk mulai sekarang siapapun kita belajar untuk berdamai dengan diri sendiri dan belajar untuk berdamai dengan keadaan. Namanya juga belajar, jadi butuh waktu dan proses.

"Jika ada kesalahan dalam tulisan ini, tegur saya ya dan tidak ada maksud untuk menggurui ataupun merasa lebih baik dari siapapun, tulisan ini juga sebagai pengingat diri saya sendiri, yang masih suka ngeluh dengan keadaan, yang masih suka nangis kalau ingat seseorang."





Ini Tentang Rindu {PUISI}

Ini Tentang Rindu {PUISI}


Ini tentang sebuah kerinduan,  yang terus memuncak tanpa tahu untuk pernah berhenti. Adakah sebuah perayaan tentang kerinduan yang tidak akan membunuh satu titik dari sebuah perasaan.

Aku termangu dalam gelapnya sebuah mimpi. Kerinduan yang merayakan jati dirinya saat dalam gelap. Ketika setitik cahaya tengah menunjukkan dayanya, perayaan itu semakin menipis dan tertiup bagi embun. Dan aku tahu bahwa semua ini tidak nyata.


Aku masih memupuk rasa tentang aku dan dirimu. Masih terus kucari celah, kenapa dan mengapa semua tidak bertemu pada satu titik. Semua terasa hambar saat aku tahu bahwa rindu ini sekejam belati.

Jika rindu selalu punya cara untuk menyakiti, selalu punya cara untuk membesar dan bernanah. Tanpa peduli kepada aku. Haruskah aku merayakan rindu dengan sebuah perayaan pertemuan dengan dirinya misalnya. Haruskah itu aku lakukan.


Dirayakan atau tidak, rindu tidak akan pernah peduli tentang kesakitan, ia hanya peduli tentang bagaimana perayaan itu berjalan meriah, meski akan banyak hati yang bergemuruh penuh penyesalan. Selalu ada yang tersakiti.

Kenapa rindu tak pernah peduli, kenapa ia terus tumbuh, kenapa ia selalu menginginkan sebuah perayaan, kenapa rindu tak pernah lelah berharap, kenapa rindu masih tegak berdiri meskipun ribuan gelombang menyakiti.


Aku rindu dia, aku rindu, aku rindu dia. Aku tak butuh perayaan untuk rindu, karena apa? Karena aku tahu perayaan gempita dari rindu hanya akan menyakitkan aku dan dirinya. Ada banyak hati yang harus dilindunginya. Dan aku harus melindungi hatiku. Apakah aku harus tutup telinga dan tidak peduli demi sebuah perayaan kerinduan aku dengan dia. Haruskah aku setega itu kepada dia yang tidak berdosa, kepada dia yang tidak pernah tahu dan tidak peduli dengan kisah hatiku. Haruskah aku berlaku jahat kepada sesamaku?

Yang aku bisa hanya membiarkan rindu menjalar, aku tidak tahu, bisakah ia padam atau sesekali tumbuh menggeliat dan mengingatkan aku bahwa adakalanya perayaan kerinduan itu masih terus ada.

Dan saat ini aku rindu kamu, iya kamu yang sudah bahagia dengan mereka.






noted : semua gambar bersumber dan diedit di canva.com
Jika Aku Menjadi Hujan

Jika Aku Menjadi Hujan



Jika aku menjadi hujan,
aku ingin jatuh tepat di hadapanmu.
memastikan dan meLihatmu apakah kau bahagia dengan piLihanmu.
Apakah kau bahagia dengan hidupmu sekarang?
tidakkah kau mengingat aku di sini?

Jika aku jadi hujan,
aku ingin jatuh tepat di dalam genggaman tanganmu
agar aku tahu kehangatan dan kenyamanan daLam genggaman tanganmu.


jika aku jadi hujan,
aku ingin jatuh tepat di bibirmu,
agar kau tahu betapa besar aku merindukanmu dan betapa besar aku mengharapkan mu,

tapi aku,


**sebenarnya puisi ini aku buat untuk aku ikutkan di GA yang diadakan oleh penulis Bernard Batubara, tapi gak jadi aku kirim ***

Formulir Kontak