{Cerpen} BERTEMU UNTUK SEBUAH PERPISAHAN
Semua
tampak serba terburu-buru, semua seperti berlomba-lomba untuk mempercepat
langkah kakinya, semua berlomba-lomba untuk sampai tujuan lebih dahulu, tapi
tidak dengan seorang wanita yang sedang duduk di ruang tunggu itu. Bandara ini
tidak pernah sepi, selalu saja setiap hari banyak orang yang datang dan pergi.
Tapi siapa peduli dengan hal itu.
Wanita itu
duduk dengan meluruskan kakinya dan punggung yang bersandar pada kursi besi
yang sepertinya terasa sangat dingin, karena hujan masih belum reda dari semalam.
Di sebelahnya ada tas ransel yang tidak terlalu besar dan dia juga memakai tas
pinggang berwarna orens dengan motif bunga, dengan lengan tangan bagian bawah
ia menutup kedua matanya, sementara tangan kirinya ia letakkan di atas tas
ransel. Wanita itu tampaknya tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya. Ia
menikmati dunia yang ia ciptakan sendiri. Berpetualang entah ke mana yang ia
mau.
Ia membuka
matanya saat merasakan ada sesuatu yang hangat seperti menempel di lengannya.
“Maaf,
cappucino hangat, saya perhatikan kamu sudah cukup lama dalam posisi seperti
ini?”
Si wanita
masih menatapnya, bukan menatap curiga, tapi ia butuh penjelasan lebih dari
sekedar permintaan maaf.
“Saya
memang lagi butuh teman ngobrol, saya awalnya duduk di bangku sebelah sana,
coba tebak aku duduk di sana sejak kapan?”
Sambil
menerima cappucino dia tetap diam, dan sama sekali tidak tertarik menjawab
lawan bicaranya.
“Aku duduk
di sana dari semalam, aku merasa seperti jadi penguasa bandara ini.”
“Terus apa
yang kamu lakukan?” sambil menenggak cappucino. Cappucino masih sama rasanya
meski semuanya sudah berbeda, dan tidak ada kamu di sini.
“Ternyata
kamu bisa ngomong, aku perhatikan dari kamu tiba di sini, aku kira kamu nggak
bisa ngomong dan kamu bisa tersenyum juga ternyata.”
“Aku
manusia bukan boneka kalau kamu tahu.”
“Baiklah
sepertinya aku ada teman ngobrol baru.”
“Sudah
berapa tempat yang kau kunjungi”
“Baru akan
memulai, ini bakalan menjadi tujuan pertamaku.”
“Berpetualang
memang obat penyembuh yang luar biasa.”
“Kita baru
bertemu pertama kali, tapi kamu sudah sok tahu ya. Aku keliatan seperti orang
berpenyakitan memang.”
“Dan kamu,
malah sudah menyebutkan ‘kita” padahal baru bertemu juga. Ha ha ha secara fisik
kamu sehat 100% aku yakin itu. Tapi dari sorot matamu aku tahu bahwa ada bagian
di dalam dirimu yang sedang ingin disembuhkan.”
“Paranormal?”
“Aku
pernah berada di dalam kondisi sepertimu?”
“Memang
kondisi aku sekaraang seperti apa? ada yang salah?”
“Mata
sembab, kantong mata hitam, sorot mata yang berusaha untuk mengatakan bahwa aku
akan baik-baik saja.” Dalam sekian waktu mereka berdua saling menatap, saling
menemukan diri mereka masing-masing dan mereka seperti berpetualang menyelami
hati masing-masing.
“Bukankah
semua orang memang harus terlihat baik-baik saja di depan semua orang.”
“Dan
dengan pergi menjauh dari mereka semua, Agar kamu memang tampak terlihat
baik-baik saja.”
“Tapi aku
rasa tidak ada yang peduli, hari ini hari pernikahannya, padahal kemarin pagi
kita masih bersama, meminum cappucino hangat bersama. Dan sekarang semua sudah
berbeda.”
“Dan
sekarang kamu sedang meminum cappucino hangatmu dengan orang yang baru kamu
kenal?, semua memang cepat sekali berubah, tapi cappucino akan tetap sama,
hangat dan menenangkan, bukan begitu?”
“Iya, aku
rasa benar.”
“Mau perpetualang
kemana, untuk petualang pertama dalam rangka mengobati sakit hatimu?”
“Maluku.
Kamu.”
“Aceh.”
“Ini
petualangan ke berapa?”
“Entah, selama
uang di rekening masih aku sepertinya akan terus berpetualang.”
“Dan
sampai di saat hatimu mengatakan berhenti. Benar?”
Kini
mereka berdua saling diam, menyelambi hati dan pikiran masing-masing. Hujan
sudah tidak turun, beberapa penerbangan yang di tunda karena masalah cuaca
sudah mulai akan berangkat.
“Sepertinya
kita harus berpisah sampai di sini. Kamu ke Maluku dan aku ke Aceh. Ada yang
ingin kamu katakan?”
Setelah
petugas bandara memberikan informasi penerbangan mana saja yang akan segera
melakukan pemberangkatan.
“Emm,
semoga menikmati petualanganmu.”
“Aku harap
kita akan bertemu kembali, dan di saat itu kamu sudah menemukan kebahagianmu
dan tentunya bersama cappucino hangat lagi.” Dia berkata sambil mengoyangkan
gelas cappucinonya.
“Dan
tentunya aku yang menantraktirmu.” Jawab si wanita.
“Baiklah,
aku harus pergi ke arah sana, aku tidak mau ketinggalan pesawat lagi. Selamat
menikmati petualangan pertamamu.”
Pria itu
menarik kopernya, baru beberapa langkah wanita itu memanggilnya ‘Hey’ dia
menoleh dan mengacungkan jempol sebagai jawaban ucapan wanita itu.
“Terimakasih
untuk hari ini, selamat berpetualang untukmu juga”
Dan mereka
berdua berpisah di Bandara ini. Mereka bertemu pertama kali di Bandara, dan
mereka harus berpisah di tempat yang sama juga.
Keduanya
saling berjalan berlawanan arah, tidak ada yang sama sekali berniat menoleh ke
belakang lagi, mereka akan berpetualang melalui jalan mereka masing-masing,
jalan yang mereka pilih sendiri. Dan mereka tidak akan tahu takdir seperti apa
yang akan mereka hadapi. Mereka berdua tahu bahwa perjalanan hidup memang tak
lebih dari sekedar berpetualang.
-----end-----

Cerpen ini
di buat untuk mengikuti minggu tema dari 1M1C (1 Minggu 1 Cerita) dan tema di minggu
ini adalah Berpetualang.