Bunyi
gemericik air sudah terdengar dengan jelas, memberi tanda bahwa salah satu
penghuni rumah itu sudah bangun. Padahal kalau melihat suasananya masih terlalu
pagi untuk bangun pagi, sebagian besar penduduk kampungpun sepertinya masih
nikmat terbuai oleh hawa dingin. Tapi setiap manusia selalu punya dua pilihan
dalam hidupnya, yaitu bangun untuk mewujudkan mimpi atau tidur untuk
melanjutkan mimpinya.
Ranti
nama gadis itu, dia sudah bangun dari satu jam yang lalu dan kini Ranti sedang
membantu ibunya mencuci beras untuk dimasak, sementara sang ibu tampak cekatan
membungkus minuman susu kedelai yang masih sangat hangat. Dan tak lama kemudian
sang bapak tampak juga baru pulang dari masjid selesai menunaikan shalat subuh
berjamaah.
“Kita
ke pasar berangkat agak pagi dari biasanya ya Ran, soalnya ini ibu mau nganter
pesanan jus wortel ke Pak Mardi.”
“Iya
bu, kalau begitu ibu mandi aja dulu, biar itu aku yang melanjutkan.”
Tidak
lama kemudian, Pak Amin setelah pulang dari masjid dan berganti baju, langsung
menuju ke dapur, bergabung bersama anak dan istrinya.
“Kok
sudah siap, mau berangkat pagi to?”
“Iya
pak, Ibu mau nganter pesanan dulu katanya.”
“Yo
wes, kalau gak sempat sarapan, ingatkan ibumu suruh bawa sarapan dari rumah.
Bapak mau kasih makan ayam dulu.”
“Enggeh
pak.”
Begitulah
rutinitas seharian Ranti dan keluarganya, Ranti bangun sebelum subuh kemudian
membantu ibunya menyiapkan menu makan dan menyiapkan dagangan yang akan di bawa
sang Ibu ke pasar, jika semua sudah selesai maka Ranti akan segera mengantar
sang ibu ke pasar, kemudian pulang ke rumah mengerjakan pekerjaan rumah
kemudian dia siang harinya ia akan menjemput sang ibu ke pasar. Begitulah
keseharian Ranti, sudah hampir 3 bulan ia melakoni peran itu, bosan sudah
pasti, tapi Ranti sadar bahwa ini semua adalah pilihannya.
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
“Ran,
coba antar pesanan daging ayam Bu Narti ya.”
Begitulah
kehidupan bertetangga, Ibunya Ranti tidak jualan daging ayam, karena setiap
hari beliau pergi ke pasar, adakalanya tetangga nitip untuk dibelikan kebutuhan
dapur kepada ibunya Ranti, karena ibunya Ranti sudah lama jualan di pasar, jadi
bisa dapat harga lebih murah. Harga persahabatan itulah istilahnya.
Rumah bu Narti cukup besar, ia hanya tinggal berdua saja dengan istrinya, ketiga anaknya semua ada di luar kota bahkan anak sulungnya kini menetap di salah satu kota besar di pulau Kalimantan.
“Bu Narti, ini ayam pesanan ibu.” Kata Ranti, setelah dipersilahkan masuk ke dalam.
“Iya
Rant, tunggu sebentar, kamu duduk dulu.”
“Mas
Gilang sama Mas Anton gak pulang Bu?” kata Ranti sambil duduk di salah satu
kursi di dapur bu Narti.
“Gilang
sama Anton, udah 3 tahun gak pulang, selalu saja ada tugas dari kantornya.”
Jawab Bu Narti sambil menyerahkan uang kepada Ranti.
“Terimakasih
bu, kalau Mbak Bella bu?”
“Bella
di Kalimantan, kemarin kasih kabar kalau mau nempuh pendidikan lagi. Anak ibu
semua jauh-jauh Ran, padahal ibu sama bapak pengen mereka semua kumpul di
rumah, tapi mau bagaimana lagi, mereka sudah punya kehidupan masing-masing.”
Ranti
menanggapi perkataan Bu Narti dengan seulas senyum. Kemudian ia berkata “Saya
pamit ya bu, makasih.“
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
![]() |
PICT BY CANVA |
“Ranti,
Ibu tadi sudah hubungi Bu Darmi, katanya beras yang biasa ibu pesan sudah siap.
Kamu sekarang ke sana, sebelumnya kamu minta bapak uang untuk bayar beras, kamu
minta Rp 200.000 ya.”
“Iya
bu.” Jawab Ranti, kemudian dia bilang ke bapak yang sedang membaca buku sambil
mendengarkan radio. Setelah menerima uang dari Bapak, Ranti langsung bergegas
ke rumah Bu Darmi, dengan mengendarai motor, karena beras yang akan diambil
sebanyak 20 kg.
“Assalamualaikum,
Bu Darmi.” Ucap Ranti setelah sampai di rumah bu Darmi dan memparkir sepedanya
di halaman bu Darmi yang sangat luas.
“Waalaikumsalam,
ada apa Rant?” jawab Pak Tejo, suami Bu Darmi, yang sore ini kebetulan sedang
membersihkan kandang burung.
“Bu
Darminya ada pak?”
“Ibu
masih belum pulang, tadi pergi ke rumah Pak RT. Kamu tunggu saja, paling bentar
lagi balik.”
“Iya
Pak, saya tunggu saja kalau gitu.”
“Kamu
ini, di rumah saja, gak pengen pergi kemana gitu. Bapak Ibu mu sehat to.”
“Alhamdulilah
Pak, Bapak dan Ibu Sehat. Saya masih di rumah aja belum kepikiran mau
pergi-pergi lagi.”
“Terus,
apa kesibukan mu di rumah? kamu dulu lulusan apa to?”
“Di
rumah saja pak bantu ibu. Dulu lulusan ekonomi saya pak.”
“Ijazahmu,
sayang lho Ran, kalau kamu di rumah saja.”
“Iya
Ranti, bener kata pak Tejo itu, kamu kan kuliah dulu mahal, sekarang kok di
rumah saja.” Bu Darmi tiba-tiba muncul dan langsung ikut terlibat nimbrung
obrolan Pak Tejo dan Ranti.
Ranti
sudah sering mendengar pertanyaan seperti itu, jadi ia sudah tidak kaget lagi.
“Pak,
tolong bantu Ranti bawa berasnya sampai di motor saja.”
“Ini uangnya Bu, Makasih banyak dan saya permisi dulu. Mari Pak Tejo, Bu Darmi.”
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
Ranti
yang ada di dalam rumah, mendengar bahwa ibunya sedang ada tamu, mereka sedang
ngobrol di teras depan.
“Kasihan
ya Bu, Pak Karno dan Bu Karti, dua-duanya sakit, tapi anak-anaknya semua jauh.”
“Lha,
mau gimana lagi bu, Eko dan Darma kan sekarang sudah sukses di sana, mereka
sudah menikah dan punya anak.” Dari suaranya Ranti tahu bahwa ibunya yang
mengatakan itu.
“Tapi,
kalau sakit sendirian gitu, gak enak ya Bu, kalau sakit gitukan pengennya di
tunggu sama anak dan cucunya.”
“Semoga
kita semua sehat ya Bu, nanti dengan ibu-ibu RT mau jenguk Pak Karno dan Bu
Karti jam berapa?”
Obrolan
antara Ibu dan temannya itu, mengingatkan Ranti akan kejadian beberapa bulan
yang lalu.
“Ran, kamu bulan depan dapat
promosi untuk jadi pimpinan cabang di Kalimantan. Kamu siapkan segala
keperluanmu dan selesikan urusanmu dengan para klien paling nggak satu minggu
sebelum kamu berangkat ke sana, semua urusanmu sudah harus beres.”
Ranti mendengar dengan jelas
apa yang sedang dikatakan oleh pimpinanya itu. kemudian tanpa mengatakan apapun
Ranti menyerah amplop putih kepada pimpinanya itu.
“Apa ini Ran.”sambil membuka
amplop putih, Ranti dapat melihat ada sorot mata terkejut dan kecewa menjadi
satu.
“Kamu yakin dengan
keputusanmu.”
“Saya yakin dengan keputusan
saya 100% pak, saya sebelumnya meminta maaf yang sebesar-besarnya kalau membuat
kecewa bapak.”
“Benar kamu memang membuat saya
kecewa, tapi karena ini pilihanmu bapak tidak bisa berbuat apa-apa.”
Mengundurkan diri saat karier
sedang dipuncak, dan memutuskan untuk 100% menemani kedua orangtuanya adalah
keputusan yang dibuat oleh Ranti. Baginya uang tidak bisa mengganti
keberadaanya di samping bapak dan Ibunya.
-----
SELESAI-----
Seperti
sebuah kalimat yang mungkin sering kita lihat berseliweran di media sosial,
kurang lebih seperti ini “JANGAN SAMAKAN
STANDARD HIDUPMU DENGAN STANDARD HIDUP ORANG LAIN.”
Tidak ada komentar
Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak. j