“Buk, ini nasi kuning dari siapa?”
Tanya Raka kepada Ibunya. Ia baru pulang dari bermain sepeda, ia yang kehausan
segera mengambil air minum di teko yang selalu Ibu letakkan di meja di dekat
pintu pembatas antara dapur dan ruang tamu. Saat minum itulah dia melihat nasi
kuning yang dibungkus mika bening dan di taruh di dalam tas kresek yang
sepertinya di gantungkan oleh ibunya di paku yang entah sejak kapan Raka tidak
tahu, yang ia tahu kalau ada makanan untuk dirinya dan ia sedang tidak ada di
rumah, maka ibu akan menggantungkannya di tempat ini.
“Itu nasi kuning dari Hendra, tadi
katanya ia hari ini ulang tahun yang ke-10.” Jawab sang ibu sambil menguleni
adonan kue donat yang akan dijual di pasar besok pagi.
“Ini aku makan nanti pulang mengaji ya
buk?”
“Iya kamu makan buat makan malam aja,
udah segera mandi sana, nanti ibu nitip donat ya, kasihkan ke Bu Warni.”
“Siap ibuk, laksanakan.”
***
“Buk, nanti aku kalau ulang tahun aku
nggak mau pakai nasi kuning, aku maunya kue warna biru terus ada gambarnya ranger biru.”
“Memang ulang tahunmu kapan?”tanya
Ibuk sambil mengusap-usap rambut Raka, Raka yang sudah menguap berkali-kali
tapi entah mengapa masih belum mau memejamkan mata, bahkan ia masih semangat
menceritakan rencana ulangtahunnya.
“Tahu aku buk, saat Bapak pulang ke
rumahkan?, berarti itu waktunya aku ulangtahun, iya kan bu? Aku benarkan?”
“Pinter anak Ibu. Ya sudah kamu tidur,
kalau kamu ngomong terus kapan kamu tidurnya, kalau kamu tidak tidur ibu bisa
kesiangan besok ke pasarnya.”
Raka yang meringis kemudian memeluk
erat ibunya, dalam hitungan ketiga deru halus nafas Raka sudah terdengar.
Esok dari pasar mungkin sebaiknya ia
menghubungi Bapaknya Raka, memastikan apakah ia bisa pulang atau tidak. Hanya
itu yang terlintas dalam benaknya. Mengecewakan Raka adalah hal yang paling
tidak ia inginkan.
Seperti dua tahun sebelumnya, ternyata
ia tidak bisa janji untuk pulang tahun ini, pekerjaan selalu menjadi alasan dia
bertahan di sana. Demi aku dan Raka itu yang selalu ia katakan kepada ku saat
aku menghubunginya.
****
“Ibuk, tadi aku ketemu bu Minah,
katanya nanti sekitar jam 7 malam, Bapak mau telpon. Jadi kita di suruh ke
rumah bu Minah bu?”
Sarmi yang sedang menggoreng donat,
tidak bisa menyembunyikan rasa kegembirannya. Sarmi berdoa dalam hatinya semoga
Mas Kardi membawa kabar baik untuk aku dan untuk Raka.
“Bapak apa mau kasih tahu, kalau mau
pulang ya Bu? Horeeee aku ulang tahun dong Bu ya?”
“Berdoa saja semoga bapakmu
pekerjaanya lancar jadi bisa pulang ke rumah. ya.”
“Ya allah, lancarkan pekerjaan bapak,
aku ingin ulang tahun dengan kue warna biru yang ada gambar ranger birunya ya ALLAH. Aamiin.”
Sepulang dari rumah Bu Minah, Raka
tidak ada hentinya bercerita bahwa sebentar lagi ia akan ulang tahun, ia tidak
sabar akan memilih sendiri kue ulang tahunnya, sementara Raka bercerita tanpa
jeda, Sarmi masih memikirkan apa perkataan suaminya tadi. “Dek, aku usahakan dua minggu lagi pulang, jadi bisa pas dengan hari
ulang tahun Raka. Tapi kalau tidak bisa, aku tidak tahu kapan bisa pulang untuk
bertemu denganmu dan Raka. Mas rindu sekali denganmu dan Raka. Baik-baik di
sana ya.”
Sarmi tidak sempat menayakan apa
maksud dari perkataan Kardi, karena setelah mengatakan itu Kardi langsung
menutup telepon meninggalkan Sarmi dengan beribu pertanyaan yang singgah
dipikirannya.
*****
Kue ulang tahun warna biru dengan
gambar ranger biru, terletak begitu
manis di tengah ruang tamu yang sangat sederhana itu. Ada lilin berbentuk angka
9 yang ada nyala api kecil di atasnya. Kue ulang tahun itu milik Raka, ia
bersama beberapa temannya duduk melingkar untuk merayakan ulang tahun Raka.
Kebahagian jelas terlihat dari raut wajah Raka dan semua teman-temannya yang
hadir dalam ulang tahun itu.
“Berdoa dulu Raka, sebelum tiup dan
potong kuenya.”
“Ya ALLAH, terimakasih untuk kue ranger birunya, meskipun Bapak tidak
jadi datang, semoga bapak di sana juga bahagia kayak aku dan ibu di sini.
Aaamiin.”
Satu bulan waktu yang Sarmi berikan
untuk menunggu kedatangan Kardi. Tidak ada kabar lagi setelah malam itu. Apapun
alasan yang membuat Kardi bertahan di tanah rantauan Sarmi dan Raka berharap
bahwa Kardi akan selalu baik-baik saja.
“Raka,
Bapak gak jadi datang. Ini sudah lewat dari tanggal yang Bapak janjikan. Tapi
kamu tidak usah bersedih atau kecewa, karena kue ulang tahun warna biru tetap
akan Ibu berikan untukmu.”
“Meskipun
tanpa kedatangan Bapak Bu?”
“Iya,
meski Bapak nggak datang, kamu harus bahagia itu janji Ibu kepada Bapak. Dan
Bapak pun selalu ingin kau bahagia.”
“Tapi
nanti Bapak pasti datang dan aku ulang tahun lagi kan Bu?”
“Pasti
Nak, Bapak pasti datang dan kita bertiga akan merayakan ulang tahunmu lagi.”
Karena sejatinya kebahagian itu adalah
bersumber dari diri sendiri, bukan karena orang lain. Terlalu kecil bagi Raka
untuk memahami arti bahagia itu, Sarmi memahaminya tapi ia bisa apa. Bahwa
Bapaknya akan kembali, itu saja cukup yang Raka tahu bukan yang lain.
--End--
![]() |
info lombak silahkan cek di sini : www.gandjelrel.com |
Tidak ada komentar
Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak. j