Mengeluarkan sejuta kata umpatan
di hari menjelang siang, dengan posisi badan yang kekurangan asupan, karena
pagi tadi ia melupakan sarapan nasi goreng jawa paling enak buatan sang nenek
tercinta, sungguh menguras seluruh kedamaian jiwa dan raga seorang Magda.
Dengan langkah tergesa-gesa,
tanpa menghiraukan orang-orang yang ia temui di sepanjang jalan, kaki Magda
melangkah dengan pasti ke satu tujuan. Ia butuh secangkir hangat cappucino,
untuk meredakan emosinya yang sedang tidak stabil.
Sial memang hari ini, Magda
seorang freelancer arsitek yang tidak
terikat dengan satu lembaga apapun, job yang ia dapat biasanya dari para patner
sebelumnya, sistem pemasaran dari mulut ke mulut ternyata ditengah zaman yang
serba canggih tetap sangat berperan penting.
Desain rumah minimalis bertingkat
satu menjadi penyebab dari segala kesialan Magda hari ini, padahal ini sudah
lebih dari sebulan ia mengerjakannya. Si pemesan selalu saja mempunyai bahan
untuk menolak desain yang Magda ajukan, yang lebar ruangannya kuranglah, yang
harus ada ruangan inilah, padahal Magda mengerjakannya sudah dengan segenap
jiwa raga dan sangat teliti sekali dan ia sudah mencatat semua poin-poin
penting yang klien ajukan. Ingin rasanya Magda melepar tas tabung yang selalu
ia bawa ke muka sang klien, untung saja Magda mampu menahan emosinya dengan
baik.
Mata bulat Magda dalam sekilas
tahu bahwa di ujung belokan jalan depan ada toko bunga, membelikan bunga untuk
seseorang yang sangat penting dalam hidup Magda merupakan pilihan jitu untuk
mengembalikan kecerahan hari ini.
“Setangkai bunga ditambah
secangkir cappucino, Magda ucapkan selamat tinggal untuk kesialan hari ini.”
Ucap Magda pada dirinya sendiri, kemudian ia mempercepat langkahnya menuju toko
bunga.
Bunyi ‘selamat datang’ menjadi
ucapan penyambutan bagi siapa saja yang masuk ke toko bunga yang bernama
“BungaKu”, Magda sudah lama menjadi langganan toko bunga ini, karena memang
letaknya tidak jauh dari cafe kopi yang juga menjadi langganan Magda.
Magda memperhatikan suasana toko,
biasanya akan ada satu pelayan yang menjaga toko bunga ini, tapi saat ini Magda
tidak menemukan sosok pelayan itu. Sambil menunggu kedatangan pelayanan toko,
Magda melihat-lihat bunga yang dijual di toko.
Sebuah tepukan di bahunya,
menghentikan aktivitas Magda dari memperhatikan sekumpulan bunga-bunga yang
indah.
“Kamu bikin kaget aja Ton.”
“Maaf, tadi pas kamu datang aku
pas mau ke belakang, lagi nyari bunga apa?”
“Aku ingin nyari bunga, yang pas
dilihat langsung bikin gembira, ada nggak bunga seperti itu?”
“Kalau aku tidak perlu beli
bunga, lihat kamu sekarang aja, sudah cukup buat aku bahagia selama satu
minggu.”
“Recehan, banget kamu Ton.”
Tony yang mendengarnya cuma
tersenyum dan kemudian sibuk memilih bunga sesuai pesanan nona cantik yang kini
ada di sebelahnya.
“Tumben hari ini gak secerah
biasanya kamu Ma? Ada masalah lagi sama klien yang kemarin?”
“Iya, kalau saja aku tidak ingat
aku butuh uang, aku udah lempar sama tas tabung ini.”
Tony tertawa terbahak-bahak
mendengar perkataan Magda, sambil menyerahkan rangkain bunga yang begitu indah
kepada Magda.
“Aaaahhhh, Tony kamu selalu tahu
apa yang aku mau. Terimakasih banyak. Kamu memang yang terbaik.”
Sebuah pelukan yang Magda berikan
sebagai salah satu bentuk ucapan terimakasih karena sahabatnya itu telah
memberikan rangkaian bunga yang indah untuknya. Tony kaget dengan pelukan yang
Magda berikan, yang dia bisa lakukan adalah mengelus punggung Magda dengan
sayang, ia sungguh sangat mencintai gadis ini.
Setelah dengan sedikit paksaan
dari Magda akhirnya Tony menerima uang pembayaran bunga, bagi Tony memberikan
bunga buat Magda tidak akan membuatnya bangkrut, tapi sayangnya Magda berfikir
lain. Melihat kebahagian dari orang yang kita sayang adalah segalanya apalagi
saat kita tahu bahwa kitalah yang menjadi alasan dia bahagian. Cukup bagi Tony
melihat Magda bahagia, dan ia selalu ingin menjadi alasan bahwa karena dirinya
Magda bahagia.
Dalam perjalanan yang hanya
beberapa langkah saja dari toko bunga milik Tony menuju cafe kopi, Magda
menghela nafas panjang, Magda tahu betul bahwa Tony mencintai dirinya. Cinta
yang bukan hanya sekedar cinta kakak kepada adiknya. Jika mengingat akan hal
ini, selalu ada gurat kesedihan yang terpancar dari sorot mata Magda.
Bagi Magda bisa setiap saat
melihat Tony di toko bunganya itu sudah cukup, meski seperti tadi ia kelepasan
memeluk Tony, kebiasan Magda yang masih belum bisa hilang jika Tony selalu bisa
membuatnya tertawa bahagia.
Apa yang lebih menyakitkan dari
hal ini, tak ada pilihan untuk cinta ini, setidaknya begitu yang selalu Magda
katakan pada dirinya.
Tanpa Magda sadari dari kejauhan,
Tony masih menatap gadis yang kini melangkah makin menjauh. Gadis yang sampai
detik ini masih terus mengisi ruang kosong di hatinya. Jika Tony mampu Tony
ingin menukar segala apa yang ia punya demi mendapatkan Magda, sayangnya
semesta tak pernah memberikan pilihan untuk Tony.
Pintu cafe kopi Magda dorong
bersamaan dengan bunyi selamat datang. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh
penjuru, saat ia melihat tempat duduk favoritnya masih kosong ia bergegas
menuju ke tempat tersebut.
Setelah meletakan tas tabung dan
tas rasel di kursi satunya, Magda segera memesan pesanan yang ia inginkan.
Jika ada beberapa cafe yang
pelayan datang ke meja customer untuk menayakan pesanannya, tapi di cafe kopi
ini pembeli yang akan menuju ke counter pesanan, kemudian sama pelayan
diberikan papan angka yang bisa diletakkan di meja, dan angka tersebut sama
dengan angka pesanan. Kemudian jika sudah jadi pesanan akan diantar ke meja
yang sesuai dengan angka pesanan beserta struk bukti pembayaran yang harus
dibayarkan.
Jam masih menunjukkan pukul 10.30
Magda memutuskan memesan secangkis cappucino serta cake kopi coklat kacang. Magda
butuh pengganjal perutnya kosong hingga sampai waktunya nanti makan siang.
Siang ini Magda berjanji akan makan siang di rumah kakek neneknya dan juga adik
satu-satunya.
Jika kebanyakan orang selalu
mengatakan jangan pernah minum kopi saat perut kosong, bisa mengakibatkan sakit
perut dsbnya, tapi lain bagi Magda, karena menurut Magda kopi adalah sahabat
baiknya, jadi ia tidak akan mungkin menyakiti sahabatnya. Magda pecinta kopi
dan segala macam jenis olahan dari kopi.
Sambil menunggu pesanannya
datang, Magda membenarkan ikat rambutnya sambil memandangi bunga pemberian
Tony. Selalu saja seperti ini, getaran halus yang menyusup ke dalam hatinya yang
selalu ia rasakan jika berkaitan dengan Tony. Kebahagiaan yang selalu diikuti
dengan kesedihan seperti bercampur aduk menjadi satu.
Bunyi gesekan di meja membuat
fokus Magda teralihkan.
“Maaf mbak, aku tadi Cuma pesan
cappucino dan cake kopi coklat kacang aja, kenapa ia ada pesanan lain.”
“Iya mbak, cake ini spesial dari
kami untuk Mbak sebagai salah satu pelanggan Cafe Kopi kami.”
Magda ingin meminta penjelasan
lebih kepada pelayan cafe, tapi kedatangan seorang pria tepat di belakang
pelayang membuat Magda mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih.
-----TBC-----
Tidak ada komentar
Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak. j